Sabtu, 04 April 2009


PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN
Oleh. M. Nasir Tamalene





I. PENDAHULUAN
Setiap praktik pendidikan atau pengajaran sesungguhnya, disadari atau tidak, selalu memiliki landasan teoritis-filosofis belajar, mengenai apa itu proses belajar dan apa itu pengetahuan।Dalam dunia pendidikan belajar tidak hanya di sekolah saja, tetapi terjadi ditiga pusat yang lazim disebut dengan Tri Pusat pendidikan. Tri usat pedidikanadalah tempat anak mendapatkan pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang bersifat formal maupun non formal yaitu, (1) pendidikan dalam keluarga yang biasa disebut dengan pendidikan informal, (2) pendidikan sekolah (formal), dan (3) pendidikan dalam masyarakat (non formal). pendidikan informal, peran anggota keluarga sangat besar, terutama orang tua orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama। Dalam budaya gender, pendidikan informal biasa diperankan oleh ibu, walaupun anak itu tanggung jawab
ibu dan ayah secara bersama. Namun dalam teori pembagian kerja secara seksual(Budiman, 1985) mengemukakan bahwa secara budaya pendidikan dan pengasuhan anak diperankan pada ibu, sedangkan pencari nafkah diperankan pada sang ayah.Setujukah Anda jika budaya seperti itu masih tetap dipertahankan di zaman modern seperti sekarang ini? Tugas kita sebagai guru (tenaga pengajar), untuk memulai menggeser budaya tersebut, agar bangsa kita baik laki maupun perempuan bisa maju bersama sesuai kemampuan masing-masing.
Para ahli psikologi kognitif berpendapat bahwa pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari suatu kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktifitas seseorang. Dengan demikian belajar bukan sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon saja, tetapi juga melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, kemampuan individu terbangun melalui proses interaksi yang terus menerus dan menyeluruh dengan lingkungannya. Apa yang dipikirkan dan yang dipelajari seseorang diawali dari pengamatan, sedangkan belajar dan berpikir pada dasarnya melakukan perubahan struktur kognitif. Dari beberapa tokoh pengikut aliran ini, yang akan dibahas adalah Piaget, Ausubel. Selanjutnya akan dibahas tentang teori-teori belajar diantaranya: teori behaviorisme, humanisme dan konstruktivisme

II. TEORI-TEORI BELAJAR

A. Teori belajar behaviorisme
a. Pengertian Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Dalam teori ini manusia adalah sebagai produk lingkungan. Kepribadian manusia dibentuk oleh lingkungan. teori ini selanjutnya dikenal dengan nama teori belajar SR karena dikatakan sebagai proses hubungan langsung antara stimulus yang datang dengan respon yang ditampilkan oleh individu.
Kerangka berfikir teori ini adalah sebagai berikut :

Hubungan langsung
S R
(koneksi)

Respon tertentu akan muncul dari individu jika diberi stimulus dari luar. S adalah singkatn dari stimulus. Sedangkan R adalah singkatan dari respon. Orang akan berekasi jika diberikan rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang lama, akan berakibat pada berubahnya perilaku individu. Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement).


Teori - teori belajar yang termasuk behaviorisme antara lain :

a.Teori belajar koneksionisme atau dikenal dengan psikologi behaviorisme (Edward Lee Thorndike, 1874-1949 )

Belajar adalah peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan ( trials ) dan kegagalan-kegagalan ( errors ) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trials and errors learning atau selecting and connecting learning “
Seorang pendidik & psikolog berkebangsaan Amerika, mengemukakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi –asosiasi antara peristiwa- peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi berbuat, sedang respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Teori belajar yang dikemukakan Thorndike sering disebut dengan teori koneksionisme teori asosiasi. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus & respon mengikuti hukum- hukum :
Hukum kesiapan (Law of readiness), semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Hukum latihan (Law of exercise), semakin sering suatu tingkah laku diulang\ dilatih (digunakan) maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Hukum akibat (Law of effect), hubungan stimulus respon cenderung diperkut bila akibatnya menyenangkan & cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.

Tambahan hukum Thorndike :
a.Hukum Reaksi Bereaksi (Multiple Response)
b.Hukum Sikap (Set Attitude)
c.Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)
d. Hukum Respon by Analogy
e.Hukum Perpindahan Asosiasi

Beberapa revisi hukum belajar :
Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon sebaliknya tanpa pengulangan hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan , tetapi adanya saling sesuai antara stimulus & respon.
Akibat suatu perbuatan dapat menular (Spread of Effect) baik pada bidang lain maupun pada `individu lain.

b.Operant conditioning / pembiasaan operan ( Skinner, 1904-1990 )
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yang memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan ( penguatan positif atau negatif atau negatif ) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berualang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung (directed instruction) & menyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning yang berkebangsaan Amerika. Gaya mengajar guru dilakukan secara searah & dikontrol melalui pengulangan (drill) & latihan (exercise). Manajemen kelas menurut Skinner :berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification ) antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan & tidak memberi ingatan apa pun pada perilaku yang tidak tepat. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement) maksudnya pengetahuan yang terbentuk melalui ingatan stimulus- respon akan semakin kuat apabila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan menjadi 2 yaitu penguatan positif & penguatan negative. Bntuk –bentuk penguatan positif :hadiah, permen, kado, makanan,perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol)\ penghargaan. Bentuk-bentuk penguatan negative menunda\tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan menunjukkan perilaku tidak senang

Beberapa Prinsip Belajar Skinner:
Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa ,jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat
1.Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar
2.Materi pelajaran digunakan system modul
3.Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri
4.Dalam proses pembelajaran tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah untuk menghindari adanya hukuman
5.Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah & hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer
6.Dalam pembelajaran digunakan shaping
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner :penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa & sebagai hukumannya anak merasakan sendiri konsekuensinya dari perbuatannya. Kesalahan dalam penguatan positif terjadi dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara dikelas yangmengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran.

Percobaan Skinner
Dalam sebuah laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar ( hunger drive ), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemaro untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan ke luar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilakuyang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Berdasarkan hasil percobannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajra adalah penguatan ( reinforcement ). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang

c.Teori belajar sosial dari Albert Bandura
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. (Lihat Bigge, 1984; dan Tan, 1981: 203-210).
Teori belajar sosial Bandura menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru sikap dan reaksi orang lain. Bandura ( 1977 ) menyatakan bahwa : “Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely on the effects of their own action to inform them what to do. Fortunately, most human behavior is learned observationally through modeling, from observing others one forms an idea of how new behaviors are performed and on later occasions this coded information serves as guide for action.”. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam interaksinya dengan lingkungannya, misalnya melalui melihat, mengamati, dan bahkan meniru orang lain di sekitarnya. Dengan demikian maka peristiwa belajar bisa menyenangkan, menyedihkan, atau bisa apa saja sesuai dengan kondisi mental orang yang sedang belajar tadi.
Proses perubahan dengan pola belajar sosial ini banyak kaitannya dengan besarnya kondisi lingkungan sekitar yang mempengaruhi individu. Misalnya seorang yang hidupnya dan dibesarkan di lingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau setidaknya menganggap bahwa judi itu tidak jelek. Jika orang hidup dalam lingkungan media dan sumber-sumber informasi, maka orang yang bersangkutan akan menyenangi informasi, atau setidaknya banyak tahu akan informasi dan sumber-sumber informasi. Orang akan selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya.

Kekurangan dan kelebihan
Pembelajaran pada siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada asil yang dapat diamati dan diukur sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting dalam penerapan kondisi behavioristik. Pnerapan teori behavioristik juga mengakibatkan terjadinya pross pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yi guru sbg sentral bersikap otoriter komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menntukan apa yang harus murid pelajari. Murih dipandang pasif prlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan dari guru.
Metode ini cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktwek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek dan daya tahan dsb.

b. Aplikasi Teori Belajar Behavioristik
Dalam teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirearki dan sederhana sampai pada kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapain suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki.Evaliuasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

c. Kelebihan Teori Behavioristik
Metode Behavioristik ini mempunyai banyak kelebihan diantaranya yaitu sangat cocok untuk pemerolehan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga, dan sebagainya. Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Kelemahan Teori Behavioristik
1)Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan diukur. Sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik
2)Penerapan metode ini yang salah akan mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru melatih dan menentukan apa yang harus dilakukan oleh murid. Murid dipandang pasif.
3) Murid hanya mendengarkan dengan penjelasan dari guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif.
4)Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling evektif untuk menertibkan siswa.


B.Teori Humanisme
a. Pengertian Teori Belajar Humanisme
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.

Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Berikut adalah para tokoh dalam aliran psikologi humanistik. 3 tokoh aliran humanistik akan disinggung, namun demikian tokoh humanistik yang menjadi fokus dalam paper ini adalah Carl Rogers.
Tokoh-Tokoh Teori Humanistik

1. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2. Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3. Carl Ransom Rogers
Teori Humanistik Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.

Asumsi dasar teori Rogers adalah:
- Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
- Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.

1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
Mahkluk hidup
organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.

2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.

3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.

Diri dibagi atas 2 subsistem :
Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri. trjadinya kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.

Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:

Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
- Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
- Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
- Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.

Kebutuhan
- Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
- Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
- Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
- Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.

Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
- ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
- Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
- Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.

Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.

Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.

Dinamika Kepribadian
1.Penerimaan Positif (Positive Regard) → Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) → organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization) → Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).

Perkembangan Kepribadian

Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya:
1.Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
2.Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.
3.Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
4.Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
5.Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.

Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered theory.

Kesimpulan Teori Humanistik Carl Rogers

1. Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
2. Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
3. Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
4. Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
5. Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya adalah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.
6. Dalam terapi, terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger Dalam Pendidikan

Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang empati.

- Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

- Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.


- Pengertian yang empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :

a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
Merespon perasaan siswa
1.Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
2.Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
3.Menghargai siswa
4.Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
5.Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
6.Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):

1.Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6.Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

Prinsip- prinsip belajar humanistic:

1. Manusia mempunyai belajar alami
2. B elajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh caar
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
7. Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10.Belajar sosial adalah belajar mengenai proses


C. Teori Belajar Kognitivisme
a. Pengertian Teori Belajar Kognitivisme
Pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning)।Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai। Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide।Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

b. Beberapa macam konstruktivisme
Von Glaserfeld membedakan tiga level konstruktivisme dalam kaitan hubungan pengetahuan dan kenyataan, yakni:

Konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Bagi kaum radikal,pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu obyek yang dibentuk oleh seseorang. Menurut aliran ini kita hanya tahu apa yang dikonstruksi oleh pikiran kita. Pengetahuan bukanlah representasi kenyataan. Realisme hipotesis memandang pengetahuan sebagai suatu hypotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat dengan realitas. Sedangkan konstruktivisme yang biasa, masih melihat pengetahuan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek.
Dari segi subyek yang membetuk pengetahuan, dapat dibedakan antara konstruktivisme psikologis personal, sosiokulturalisme, dan konstruktivisme sosiologis. Yang personal dengan tokohnya Piaget, menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh seseorang secara pribadi dalam berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Orang itu sendiri yang membentuk pengetahuan. Sosiokulturalisme yang ditokohi oleh Vygotsky, menjelaskan bahwa pengetahuan dibentuk baik secara pribadi tetapi juga oleh interaksi sosial dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan lingkungan yang mendukung. Dengan dimasukkannya seseorang dalam suatu masyarakat ilmiah dan kultur yang sudah punya gagasan tertentu, maka orang itu membentuk pengetahuannya. Sedangkan konstruktivisme sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh masyarakat sosial. Unsur masyarakatlah yang penting, sedang unsur pribadi tidak diperhatikan.

c. Dampaknya terhadap pendidikan
Dalam pengertian konstruktivisme, belajar adalah suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dibuat sendiri oleh pelajar atau orang yang mau mengerti. Orang itulah yang aktif berpikir, membuat konsep, dan mengambil makna. Guru atau pendidik di sini hanyalah membantu agar proses konstruksi itu berjalan. Guru bukan mentransfer pengetahuan sebagai yang sudah tahu, tetapi membantu agar anak didik membentuk pengetahuannya. Dalam belajar sistem ini, peran murid diutamakan dan keaktivan murid untuk membentuk pengetahuan dinomorsatukan. Semua peralatan, bahan, lingkungan, dan fasilitas disediakan untuk membantu pembentukan itu. Murid diberi kesempatan mengungkapkan pemikirannya akan suatu masalah, tanpa dihambat. Dengan dibiasakan berpikir sendiri dan mempertanggungjawabkan pemikirannya, murid akan terlatih untuk menjadi pribadi yang sungguh mengerti, yang kritis, kreatif, dan rational.

Dalam pengertian konstruktivisme, murid tidak dianggap sebagai suatu tabula rasa yang kosong, yang tidak mengerti apa-apa sebelumnya. Murid dipahami sebagai subyek yang sudah membawa "pengertian awal" akan sesuatu sebelum mereka mulai belajar secara formal. Bahkan seorang murid klas 1 SD pun sudah membawa pengetahuan awal mengenai macam-macam hal yang dalam tarafnya berlaku untuk memecahkan persoalan. Pengetahuan awal tersebut, meski kadang sangat naif atau tidak cocok dengan pengertian para ahli, perlu diterima dan nanti dibimbing untuk semakin sesuai dengan pemikiran para ahli. Pemikiran mereka itu meski naif, bukanlah salah; tetapi terbatas berlakunya.

Pihak guru dituntut pengetahuan yang luas dan mendalam, agar dapat memahami jalan pikiran anak. Guru menantang, mempertajam, dan menunjukkan apakah jalan pikiran murid benar. Guru tidak mengklaim bahwa satu-satunya jalan yang benar adalah yang sama dengannya. Kesalahan pemikiran anak diterima sebagai landasan kemajuan. Bukankah perkembangan semua ilmu mulai dari kesalahan, demikian tandas para
konstruktivis. Saya sendiri lebih cenderung bahwa pengetahuan itu dibentuk baik secara pribadi dan sosial, karena setiap situasi dan lingkungan yang berbeda dapat mempengaruhi pembentukan pengetahuan seseorang. Dalam kerangka ini, kegiatan belajar bersama dengan teman, dengan lingkungan ilmiah dan pusat-pusat ilmiah sangat berperan dan perlu dikembangkan. Dr Paul Suparno, M.S.T, dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, doktor pendidikan sains dari Boston University, Amerika Serikat.

d. Prinsip-Prinsip Mengejar Konstruktivisme

Adapun prinsipnya sebagai berikut :
1)Siapkanlah benda-benda nyata untuk digunakan para siswa.
2)Pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
3)Buatlah kegiatan yang menarik dan berilah siswa kebebasan untuk menyampaikan ide.
4)Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah demikian pula pemecahannya.
5)Anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi.
6)Hindarilah istilah teknik-teknik dan tekankan pada berpikir.
7)Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
8)Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang telah berlangsung.]

e. Tahap Pembelajaran dan Metode Konstruktivisme

Adapun tahapannya adalah sbb :
1)Tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa) meliputi : pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2)Tahap eksplorasi, meliputi : perolehan informasi baru.
3)Tahap diskusi dan penjelasan konsep, meliputi : pemahaman pengetahuan.
4)Tahap pengembangan dan aplikasi konsep meliputi : menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh, melakukan refleksi.

III. Penutup

a. Simpulan
Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru.
Menurut teori humanisme tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

b. Saran

Perlu adanya diskusi yang lebih banyak untuk menetahui teori-teori belajar yang akan diterapkan dalam pembelajran

Daftar Rujukan
Alwilsol (2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press
Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000), Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius .
Smith, Mark K. , (1997), Carl Rogers, Core Conditions and Education, www. Infred.org/thinkers/et-rogers.htm#intro.
http//. F:\Teori belajar humanisme\Teori Belajar Humanistik « Novina Suprobo’s Weblog.htm
http//. F:\Teori belajar humanisme\humanisasi-pendidikan.html
httpF//Teori belajar humanisme\teori-belajar-konstruktivisme-teori.html
http.//F:\Teori belajar humanisme\TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN.htm
http.//F:\Teori belajar humanisme\books.htm

Tidak ada komentar: